In Berlin Germany Travel

Danke Schön

Alasan utama ke Berlin sebenarnya adalah karena saya rindu makanan Indonesia!
Yups, trigger-nya pic di Instagram ini, makanan di restoran Nusantara. Siapa yang tidak ngiler lihat  makanan semacam soto, bakso, mie ayam dkk.

Kebetulan liburan natal di kota itu sepi, seperti Idul Fitri di Indonesia, jalanan kosong, lebih parah toko-toko semua tutup (kecuali mini market di ((((SPBU))))), but hey, all malls/stores/supermarkets/shops in most of European countries are closed in these days like this.
So I took a train to Berlin, it just 5 hours trip with about $68/trip.

Because I traveled with a pretty medium group, I booked rooms at Meininger Hotel. For just spending the night is quite pricey for me but the location is great (paid-off!).

First stop:
Kaiser Wilhelm Gedächtnis Kirche
Sebenarnya tuan rumah di Berlin adalah tour guide yang sangat recommended :D
Because he likes history, he can tell you almost everything that you probably never heard. But this Host makes me find the passion to explore the city. Well, Berlin and the city definitely has something that connects them (Yeayyy).

So the church or in German, die Kirche, is not rebuild as a reminder of WWII. So the top of it still leave as it is. I can see the inside through the glasses, but it was dark already, and btw, Berlin was still crowded than the city at Christmas holiday even most of the stores were closed (another yeay).
Lokasi gereja ini lumayan rame sih menurutku. Banyak pertokoan dan ada Bikini Berlin. A historic building? A shopping mall? An office? A hotel? Well actually, it's all.
It was an eye-catching for me because it's remind me of Spongebob XD

Mungkin karena masih suasana natal, di sekitar "der Hohle Zahn" ada semacam pasar malam. Mulai jualan pernak pernik, waffle, and... hot wine atau kalau kata Berliners, gluhwein.
Di kota, hot wine/hot mulled wine/grzaniec galicyjski itu masih beralkohol, kata yang jual sih masih taraf yang nggak bakal bikin mabuk. The smell is not good, maybe because the alcohol or the cinnamon or the cloves or the bay leaf, or maybe the combination of the red wine and all of that.
Kalau di Berlin, nggak tau :D
Nggak nyoba, nggak bau-in, nggak tau pakai rempah apa, nggak tau masih beralkohol atau nggak (some people said when you heat the wine until some certain degree, the alcohol is retained. But from what I read then, if you're adding red wine into boiling liquid then removing it from the heat, the alcohol is still 85%. But if you heating it for 2.5 hrs, the alcohol is still remain, about 5%).
Info teman Wina, sama seperti di Wina, kalau beli hot wine akan selalu satu paket dengan mug-nya yang tiap tempat dan tiap tahun berganti, bisa buat jadi koleksi.
Kalau di kota sih, pakai gelas kertas, non-collectible for sure.

We need extra energy for tomorrow, so we demand dinner at Nusantara *\(^o^)/*
Kalap? Iyah *ngangguk kencang!
Sampai sana langsung buka-buka buku menunya, trus bingung mau makan apa, secara nggak mungkin semuanya bisa masuk ke lambung.
So setelah bolak-balik menu, akhirnya... Mie Ayam dan Batagor plus Teh Sosro cyinnn.
Dan benar saja, itu cuma pilihan akibat kalap mata, batagornya sudah nggak bisa dipaksa masuk perut. But my night was ended with a very happy tummy, tidur nyenyak, I already have an extra power for Berlin the next day.
Before midnight: ngelingkarin tempat-tempat must-visit di peta Berlin.

Karena bingung mau mulai darimana, dan kalaupun naik sepeda (which is actually the best choice), cuacanya terlalu dingin, so our little group decided to take the hop-on-hop-off bus.
Lumayan €15/org sudah bisa lihat ikon-ikon utama Berlin. Tapi karena dingin, jadinya cuma benar-benar turun di beberapa tempat such as:

Topography of Terror
Tapi disini nggak masuk ke museumnya, still closed for visitors. So we just getting around in the terrain, enough for taking pics.

Checkpoint Charlie
Yang paling sering kedengaran, dan yang paling mudah dikunjungi saat itu karena letaknya dekat dengan Topography of Terror, just a few minutes walk. Menurut beberapa turis, Checkpoint Charlie ini semacam jebakan turis. Mungkin karena hanya dengan €3 kita bisa foto-foto centil di depan pos jaga yang ukurannya cuma sekitar 2.5x4 m dengan mas-mas centil pula yang berpakaian ala-ala militer. Well I took the chance not only with 1 mas-mas but 2! Dan hasilnya beneran centil (sampai malu sendiri XD ).
Jadi tempat ini sebenarnya adalah pos jaga di perbatasan antara Berlin Barat dan Berlin Timur/daerah Amerika dan Uni Soviet. Di tahun 1962, menjadi satu-satunya pos untuk pemeriksaan diplomat, jurnalis, orang asing non Jerman yang diperbolehkan menyeberang ke Berlin Timur.

"You are leaving the American Sector" sign At right is the Checkpoint Charlie.
Kalau sempat nonton Bridge of Spies, Frederic Pryor dibebaskan di sini, sementara Rudolf Abel ditukar dengan Francis Gary Powers di Glienicke Bridge. Tampaknya tempat yang lumayan sering untuk dijadikan pertukaran orang.

Kalau masih penasaran dengan tempat ini, tidak jauh dari pos ada museum Haus am Checkpoint Charlie, lengkap mulai dari sejarah, gambar-gambar, sampai suvenir sisa-sisa tembok Berlin pun ada.
Selain Checkpoint Charlie, ada Checkpoint Alpha dan Checkpoint Bravo (Yes, Charlie wasn't a person, it just a phonetic alphabet). Next trip to Berlin, will visit the Checkpoint A and B.

Next stop, off course the Brandenburger Tor, but it was too crowded so I didn't take any photos there. Another reason to get back! (Halah ini sih sebenarnya cuma nyari-nyari alasan aja).

Near the gate, just about 5-7 minutes walk behind the Kempinski Hotel, there it is, the Holocaust Memorial, the Memorial to the Murdered Jews of Europe. Six millions Jews were killed.
This is one of the connection between Berlin and the city, because the killing took place in throughout Nazi Germany and German-occupied territories, one of the most famous is in Auschwitz.

Every stelae has different height and width, some are going north-south some heading east-west The memorial on a slopping field
Mengenai mengapa penampakan memorialnya seperti ini... saya gagal paham. Some said it's like cemetery.

Tidak jauh dari memorial, di Gertrud-Kolmar Straße, ada bekas Hitler's Bunker/Führerbunker. Kata teman merangkap tour guide saya, tempat ini banyak terlewatkan oleh banyak orang. Mungkin karena hanya ada 1 papan informasi dan bekas bunker-nya pun sudah tidak terlihat lagi. Katanya bunker ini besar, sampai kemana-mana dan kemungkinan lorong-lorong di dalam bunker masih ada di bawah tanah yang sekarang di atasnya sudah ada apartemen atau jadi tempat parkiran.
Jadi ngingetin film Der Untergang kan ya... yang setting ceritanya di dalam bunker, pas setelah Hitler menikahi Eva Braun lalu berdua bunuh diri.

Late lunch time! Teman menawarkan buat makan di Mabuhay. He said I'll likely to more fall for it rather than Nusantara. Terus sampai sana tutup, kan saya jadi penasaran.

Karena tutup, kembalilah kita ke Nusantara XD
*Lalu berfikir adalah sangat mustahil meng-khatam-kan buku menu di Nusantara hanya dalam 2 hari. Belum lagi buku menu di Mabuhay yang entah berapa halaman.

Karena sudah gelap, akhirnya kita memutuskan untuk balik ke hotel, perjalanan sejarah kita (dan jadwal makan siang di Nusantara) dilanjutkan besok.
Karena merasa masih bisa keliling, malamnya jalan-jalan sendiri ke Alexanderplatz. Via jalur S-Bahn cuma perlu naik kereta sekali saja.
Disini ada Berliner Fernsehturm, the Berlin TV Tower, and instagram-able The World Clock.
Bahnhof di Alexanderplatz agak-agak kumuh dan berasa ngeri, berasa harus meningkatkan tingkat kewaspadaan. I don't know why. Masih ramai saja dan ada pasar malam juga. Mencoba mencari toko buku sih sebenarnya dan tentu saja gagal total XD.

Last day, teman masih nawarin The Berlin Wall Memorial dekat Nordbahnhof. Luckily, the Documentation Center is open. Di dalamnya bisa lihat-lihat dokumentasi macam-macam tentang tembok Berlin, image, audio, video, orang-orang yang mencoba untuk menyeberang, yang berhasil dan yang tidak berhasil, and many more. Dari lantai tiga kita bisa lihat, as the flyer said, The Berlin Wall and the Death Strip.
The construction of the wall: the inner wall, the signal fence, watchtower, patrol roads, control strips and barbed wire field, the outer wall.

Entah kenapa mas Yuki jadi selalu maksa foto dengan komposisi seperti ini setiap kali nemu bekas konstruksi.

Dan jadi mengerti mengapa sangat tipis persentase keberhasilan menyeberangi tembok tanpa harus kehilangan nyawa.
Selain harus memanjat 2 tembok yang terpisah dengan jalur patroli dan ladang kawat berduri yang dialiri listrik tegangan rendah yang bisa mengaktifkan alarm kalau tersentuh, harus memastikan tidak tertangkap mata oleh penjaga di menara pengawas yang ada di tiap 250-300 meter, because once they see you, they immediately shooting. Now how can we avoid that when we are focusing to pass thousand feet barbed wire field and 3.6 m wall?

Seharusnya bisa menyerap lebih banyak informasi mengenai sejarah disini, belum lihat Nordbahnhof yang katanya di dalam pun sempat terbagi dua. But then I preferred playing bubbles with my friend's son :D
So, setelah menghabiskan nasi ramesan terakhir di Nusantara untuk hari itu, akhirnya mau nggak mau harus balik ke Hauptbahnhof.
Nggak pa2, toh bakal balik lagi, karena masih terlalu banyak alasan untuk kesini lagi.
Karena Berlin, jadi punya alasan untuk menyusuri kota yang selama 6 bulan terakhir dianggurin.

^_^

Related Articles

4 comments:

  1. Ahahaha..seriusan itu triggernya gara2 makanan?! :p
    Tapi seriusan, Berlin memang harus dikunjungi kembali, jangan lupa ajak2.. ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. yes, food!!! tapi tapi... kok summer naik kereta ke sana jadi nambah sejam :((

      Delete
  2. Berlin, kota dengan segundang cerita sejarah. Dan kota yang penuh dengan tulisan yang susah untuk diucapkan... hahaha... LOL

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau ke Berlin mampir negara terangga ya mas... lbh banyak tulisan yg lbh susah dibaca
      (^∇^)
      buat yg suka sejarah WWII dan holocaust :thumbs

      Delete